INILAH.COM, Bandung - Surat Keputusan Bersama (SKB) 5 Menteri tentang penataan dan pemerataan Guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) menuai kritikan dari kalangan pendidikan. Pasalnya, SKB 5 Menteri yang diputuskan bersama pada 3 Oktober 2011 tersebut merugikan guru selaku pelaku pendidikan.
"SKB 5 Menteri yang telah diberlakukan mulai Januari 2012 ini dalam implementasinya menimbulkan kekacauan, ketidakharmonisan di antara guru dan banyak guru kehilangan pekerjaan serta terancam dicabut tunjangan profesinya," kata Sekjen DPP FGII Iwan Hermawan saat ditemui wartawan usai acara 'Diskusi Panel, SKB 5 Menteri Tentang Retribusi Guru' di SMKN 2, Jalan Ciliwung Kota Bandung, Senin (21/5/2012).
Iwan mengatakan, SKB 5 Menteri mengabaikan peningkatan mutu pendidikan. Dalam SKB 5 Menteri dirumuskan, guru harus mengajar (tatap muka) minimal 24 Jam dan maksimal 40 jam dalam satu minggu. "Dengan adanya keputusan tersebut, akibatnya akan terjadi pertikaian horizontal di lapangan lantaran perebutan jam mengajar," ujarnya.
Selain itu, SKB 5 Menteri mengakibatkan guru tidak fokus. " Maksudnya, ketentuan tentang waktu tatap muka untuk sekolah lain 75% dan untuk sekolah induk 25% hal tersebut berakibat pemborosan energi, sehingga berdampak pada ketidakfokusan guru dalam memberikan materi pada siswanya," pungkasnya.
Lebih lanjut Iwan menuturkan, SKB 5 Menteri berpotensi pada dikotomi sekolah negeri dan swasta. "Dalam SKB 5 Menteri, para guru PNS yang kekurangan jam mengajar, hanya diperbolehkan menutupi kekurangann jamnya dengan mengajar di sekolah negeri. Sementara guru yang memiliki tugas tambahan menjadi staf, wali kelas, pembina, dan piket sama sekali tidak memperoleh penghargaan dalam bentuk jam mengajar. Sehingga mereka harus memaksakan memenuhi kewajiban tatap muka minimal 24 jam" paparnya.
Menurutnya, SKB 5 Menteri secara tidak langsung mengharuskan guru berhenti belajar. Dampak negatif lain dari implementasi SKB 5 Menteri tersebut adalah hilangnya waktu bagi para guru untuk membaca dan menulis lantaran sibuk untuk memenuhi kewajiban mengajar minimal 24 Jam. "Akibatnya guru harus merasa puas dengan ilmu yang mereka kuasai sebelumnya lantaran tidak ada waktu lagi untuk belajar dan membaca," tuturnya.
Pihaknya mengakui, jumlah guru di Indonesia sangat melimpah ruah jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia. Namun akibat pendistribusian guru yang tidak seimbang, lebih-lebih di daerah terpencil sehingga menyebabkan beberapa wilayah di Indonesia selalu merasa kekurangan guru.
"Mudaha-mudahan saja dengan adanya kebijakan pemerintah tersebut benar-benar dirasakan manfaatnya, terutama dalam rangka meningkatkan kualitas layanan pendidikan di Indonesia. Jangan sampai malah terjadi sebaliknya," imbuhnya.[ang]
{ 0 comments... read them below or add one }
Posting Komentar